BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Persalinan atau melahirkan anak adalah suatu peristiwa
yang sangat besar artinya, sebab sangat mendalam kesannya.Mengapa demikian,
karena melahirkan berarti mengadakan yang semula belum ada.Begitu pula dengan
persalinan yang berarti melahirkan anak yang telah lama ditunggu
kedatangannya.Lahirnya anak tidak akan datingbegitu saja, tetapi memerlukan
persiapan-persiapan seperti persiapan fisik, persiapan mental, dsan persiapan
materi yang cukup agar kelahiran anak dapat berjalan dengan lancar serta
menghasilkan ibu dan anak yang sehat. Dalam proses persalinan ibu banyak
mengeluarkan tenaga sehingga untuk mengahasilkan tenaga ibu yang akan
melahirkan serta membukanya jalan untuk lahirnya anak, terjadilah rasa sakit
yang makin lama makin bertambah kuat sampai saat anak lahir bahkan sampai
beberapa waktu setelah melahirkan anaknya. Disinilah pentingnya persiapan untuk
mengimbangi apa yang akan terjadi dalam proses melahirkan anak atau persalinan
itu.
Perawatan
persalinan di negara maju dan di kota-kota besar lazim dilaksanakan dirumah
sakit sehingga pengalaman siswa bidan/keperawatan biasanya terbatas hanya pada
pengamatan kelahiran bayi dilingkungan rumah sakit. Hanya dikota-kota kecil dan
didaerah pedesaan, perawatan persalinan dilaksanakan di rumah atau pada rumah
bersalin.Pemberian pelayanan selama persalinan, yaitu bidan dan dokter,
memiliki sikap dan cara pendekatan berbeda-beda terhadap kelahiran bayi. Antara
rumah sakit yang satu dan yang lainnya terdapat berbagai kebiasaan serta
pelaksanaan yang beraneka ragam; keanekaragaman ini bahkan terdapat pula antara
kamar bersalin yang satu dan lainnya dalam rumah sakit besar yang sama.
Persalinan merupakan hal yang paling
ditunggu-tunggu oleh para ibu hamil, sebuah waktuyang menyenangkan namun di
sisi lain merupakan hal yang paling mendebarkan. Persalinanterasa akan
menyenangkan karena si kecil yang selama sembilan bulan bersembunyi didalam
perut anda akan muncul terlahir ke dunia. Di sisi lain persalinan juga
menjadimendebarkan khususnya bagi calon ibu baru, dimana terbayang proses
persalinan yangmenyakitkan, mengeluarkan energi yang begitu banyak, dan sebuah
perjuangan yang cukupmelelahkan.Ada baiknya para calon ibu mengetahui proses
atau tahapan persalinan seperti apa,sehingga para calon ibu dapat mempersiapkan
segala halnya guna menghadapi proses persalinannya.
Proses persalinan terbagi ke dalam
empat tahap, yaitu :
1. kala I; Tahap Pembukaan
2. Kala II; Tahap Pengeluaran Bayi
3. Kala III; Tahap Pengeluaran Plasenta
4. Kala IV; Tahap Pengawasan
Pada makalah ini kami hanya membahas tentang kala III yakni
tahap pengeluaran plasenta.persalinan di mulai setelah kelahiran janin dan
melibatkan pelepasan dan ekspulsi plasennta.setelah kelahiran plasenta dan
selaput janin,persalinan aktif selesai.,karena bayi sudah lahir,.uterus secara
spontan berkontraksi keras dengan isi yang ksosng.normalnya, pada saat bayi
seleai di lahirkan rongga uterus hampir terobliteraasi dan organ ini berupa
suatu massa otot yang hampir padat,dengan tebal beberapa sentimeter di atas
segmen bawah yag lebi tipis.fundus uteri sekarang terletak di bawah batas
ketinggian umbilikus. Penyusutan ukuran uterus yang menadadak ini selalu di
sertai dengan pengurangan bidang empat impalnatsi plasenta. Agara plasenta
dapat mengakomodasikan diri terhadap permukaan yang mengecil ini,organ ini
memperbesar ketebalannya,tetapi eklasitas plasenta terbatas,plasenta terpaksa
menekuk.tegangan yang di hasilkannya menyebabkan lapisan desiduan yang paling
lemah lapisan spingisoa,atau desidua spongisoa mengalah,dan pemisahan terjadi
di tempat ini.oleh karena itu terjadi pelepasan palsenta dan mengecilnnyaa
ukuran tempat implamtasi di bawahnya.pada seksio sesarea fenomena ini dapat di
amati lamgsung bila plasenta aberimplantasi di posterior.
Pemisahan
plasenta amat dipermudah oleh sifat struktur desidua spongiosa yang longgar
yang dapat di samakan dengan garis
perforasi pada pertangko. Ketikan pemishan berlangsung terbentuk hematonma di
antara plasenta yang sedang terpisah dan desidua yang tersisa.pemisahan
biasanya terjadi beberpa menit setelah bayi lahir .brandt dan peneliti lain
,berdasarkan hasil; yang dimperoleh dari
ganbungan penelitian klinis dan radiografik,mendukung gagasan bahwa karena
bagian ferifer plasenta mungkin merupakan bagian yang paling
melekat,pemisahannya biasanya muulai dimana pun. Kadangkalaa bebrpa derajat pemisahan di mulai sebelum
kala tiga persalinan ,yang mungkin menjelaskan terjadinya kasus-kasus
deselarasi denyut jantung janin tepat sebelum ekpulsi janin
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian persalinan kala III ?
2. Bagaimana proses fisiologi kala III ?
3. Bagaimana mekanisme pelepasan plasenta ?
4. Apa saja tanda – tanda pelepasan plasenta ?
5. Bagaimana pengawasan pendarahan pada ibu bersalin kala III ?
6. Bagaimana manajemen aktif kala III?
7. Bagaimana pemeriksaan pada kala III ?
8. Bagaimana Pemantauan pada kala III ?
9. Apa saja Kebutuhan pada kala III ?
10. Apa pengertian ruptur perineum ?
11. Bagaimana klasifikasi ruptur perineum ?
12. Bagaimana penanganan ruptur perineum ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan kala III yakni
tahap pengeluara plasenta.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Kala III merupakan tahap ketiga persalinan yang berlangsung
sejak bayi lahir sampaiplasenta lahir.Persalinan kala tiga dimulai setelah
lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban.
2.2 Asuhan Pada Ibu Bersalin Kala III
A. Fisiologi Kala III
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang
berlangsung tidak lebih dari
30 menit. Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus
uteri agak diatas pusat
beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk
melepaskan plasenta dari
dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit – 15 menit
setelah bayi lahir dan keluar
spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran
plasenta, disertai dengan
pengeluaran darah. Komplikasi yang dapat timbul pada kala III
adalah perdarahan akibat
atonia uteri, ratensio plasenta, perlukaan jalan lahir dan tanda
gejala tali pusat.
Tempat implantasi plasenta mengalami pengerutan akibat
pengosongan kavum uteri dan
kontraksi lanjutan sehingga plasenta dilepaskan dari
perlekatannya dan pengumpulan darah
pada ruang utero-plasenter akan mendorong plasenta keluar.
Otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan
volume rongga uterus setelah
lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya
ukuran tempat perlekatan
plasenta karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil,
sedangkan ukuran plasenta tidak
berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas,
plasenta akan turun ke
bagian bawah uterus atau kedalam vagina.
B. Mekanisme Pelepasan Plasenta
· Cara-cara Pelepasan Plasenta :
1. Metode Ekspulsi Schultze
Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah (sentral) atau dari
pinggir plasenta. Ditandai oleh
makin panjang keluarnya tali pusat dari vagina (tanda ini
dikemukakan oleh Ahfled) tanpa
adanya perdarahan per vaginam. Lebih besar kemungkinannya
terjadi pada plasenta yang
melekat di fundus.
2. Metode Ekspulsi Matthew-Duncan
Ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta
mulai terlepas. Umumnya
perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih hal ini patologik.
Lebih besar kemungkinan pada
implantasi lateral.
Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera
berkontraksi, pembuluh-pembuluh
darah akan terjepit, dan perdarahan segera berhenti. Pada
keadaan normal akan lahir
spontan dalam waktu lebih kurang 6 menit setelah anak lahir
lengkap.
· Tanda – tanda pelepasan plasenta :
Perubahan bentuk dan tinggi fundus.
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi,
uterus berbentuk bulat
penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus
berkontraksi dan plasenta
terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah
pear atau alpukat dan
fundus berada di atas pusat.
Tali pusat memanjang.
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva.
Semburan darah mendadak dan singkat.
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu
mendorong plasenta keluar di
bantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah
(retroplasental pooling) dalam ruang di
antara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi
kapasitas tampungnya maka
darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas. Tanda
ini kadang – kadang terlihat
dalam waktu satu menit setelah bayi lahir dan biasanya dalam 5
menit.
C. Pengawasan Perdarahan
Empat prasat yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Prasat Kustner
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan
kiri menekan daerah di
atas simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali ke dalam
vagina, berarti plasenta belum lepas
dari dinding uterus. Bila tetap atau tidak masuk kembali ke
dalam vagina, berarti plasenta
lepas dari dinding uterus. Prasat ini hendaknya dilakukan secara
hati-hati. Apabila hanya
sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat
terjadi.
b. Prasat Strassman
Perasat ini dilakukan dengan mengetok-ngetok fundus uterus
dengan tangan kiri dan tangan
kanan meregangkan tali pusat sambil merasakan apakah ada getaran
yang ditimbulkan dari
gerakan tangan kiri, jika terasa ada getaran berarti plasenta
sudah lepas.
c. Prasat Klien
Untuk melakukan perasat ini, minta pasien untuk meneran, jika
tali pusat tampak turun atau
bertambah panjang berarti plasenta telah lepas, begitu juga
sebaliknya.
d. Prasat Manuaba
Tangan kiri memegang uterus pada segmen bawah rahim, sedangkan
tangan kanan
memegang dan mengencangkan tali pusat. Kedua tangan ditarik
berlawan.
D. Manajemen Aktif Kala III
Manajemen aktif kala III yakni mengupayakan kontraksi yang
adekuat dari uterus dan
mempersingkat waktu kala III, mengurangi jumlah kehilangan
darah, menurunkan angka
kejadian retensio plasenta.
Tiga langkah utama manajemen aktif kala III yaitu pemberian
oksitosin/uterotonika segera
mungkin, melakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT), dan
rangsangan taktil pada
dinding uterus atau fundus uteri.
Penegangan tali pusat terkendali yakni dengan berdiri disamping
ibu, pindahkan jepitan
semula tali pusat ketitik 5-20 cm dari vulva dan pegang klem
penjepit tersebut, ratakan
telapak tangan ( alas dengan kain ) yang lain, pada segmen bawah
rahim atau diding uterus
dan suprasimpisis, pada saat terjadi kontraksi, tegangkan tali
pusat sambil tekan tali uterus
ke dorsokranial, ulangi kembali perasat ini bila plasenta belum
dapat dilahirkan ( jangan
dilakukan pemaksaan ).
E. Pemeriksaan Pada Kala III
a) Pemeriksaan Plasenta
Pastikan bahwa seluruh plasenta telah lahir lengkap dengan
memeriksa jumlah kotiledonnya
(rata-rata 20 kotiledon). Periksa dengan seksama pada bagian
pinggir plasenta apakah
kemungkinan masih ada hubungan dengan plasenta lain ( plasenta
suksenturiata ).
Amati apakah ada bagian tertentu yang seperti tertinggal atau
tidak utuh, jika kemungkinan
itu ada maka segera lakukan eksplorasi untuk membersihkan sisa
plasenta.
b) Pemeriksaan Selaput Ketuban
Setelah plasenta lahir, periksa kelengkapan selaput ketuban
untuk memastikan tidak ada
bagian yang tertinggal di dalam uterus. Caranya dengan
meletakkan plasenta di atas bagian
yang datar dan pertemukan setiap tepi selaput ketuban sambil
mengamati apakah ada
tanda-tanda robekan dari tepi selaput ketuban.
Jika ditemukan kemungkinan ada bagian yang robek, maka segera
lakukan eksplorasi uterus
untuk mengeluarkan sisa selaput ketuban karena sisa selaput
ketuban atau bagian plasenta
yang tertinggal di dalam uterus akan menyebabkan perdarahan dan
infeksi.
c) Pemeriksaan Tali Pusat
Setelah plasenta lahir, periksa mengenai data yang berhubungan
dengan tali pusat, yakni :
o Panjang tali pusat
o Bentuk tali pusat (besar,kecil, atau terpilin-piliin)
o Insersio tali pusat
o Jumlah vena dan arteri pada tali pusat
o Adakah lilitan tali pusat
f. Pemantauan Kala III
1. Kontraksi
Pemantauan kontraksi pada kala III dilakukan selama melakukan
manejemen aktif kala III
(ketika PTT), sampai dengan sesaat setelah plasenta lahir.
Pemantauan kontraksi
dilanjutkan selama satu jam berikutnya dalam kala IV.
2. Robekan Jalan Lahir dan Perineum
Selama melakukan PTT ketika tidak ada kontraksi, bidan melakukan
pengkajian terhadap
robekan jalan lahir dan perineum. Pengkajian ini dilakukan
seawal mungkin sehingga bidan
segera menentukan derajat robekan dan teknik jahitan yang tepat
yang akan digunakan
sesuai kondisi pasien. Bidan memastikan apakah jumlah darah yang
keluar adalah akibat
robekan jalan lahir atau karena pelepasan plasenta.
3. Hygiene
Menjaga kebersihan tubuh pasien terutama di daerah genitalia
sangat penting dilakukan
untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi terhadap luka robekan
jalan lahir dan
kemungkinan infeksi intrauterus. Pada kala III ini kondisi
pasien sangat kotor akibat
pengeluaran air ketuban, darah, atau feses saat proses kelahiran
janin.
Selama plasenta lahir lengkap dan dipastikan tidak ada
prndarahan, segera keringkan bagian
bawah pasien dari air ketuban dan darah. Pasang pengalas bokong
yang sekaligus berfungsi
sebagai penampung darah (under pad). Jika memang dipertimbangkan
perlu untuk
menampung darah yang keluar untuk kepentingan perhitungan volume
darah, maka pasang
bengkok dibawah bokong pasien.
G. Kebutuhan Ibu Bersalin Kala III
ü Dukungan mental dari bidan dan keluarga atau pendamping
ü Penghargaan terhadap proses kelahiran janin yang telah dilalui
ü Informasi yang jelas mengenai keadaan pasien sekarang dan
tindakan apa yang akan
dilakukan
ü Penjelasan mengenai apa yang harus ia lakukan untuk membantu
mempercepat kelahiran
plasenta, yaitu kapan saat meneran dan posisi apa yang mendukung
untuk pelepasan dan
kelahiran plasenta.
ü Bebas dari rasa risih akibat bagian bawah yang basah oleh
darah dan air ketuban
ü Hidrasi
H.Ruptur Perineum
Pengertian
Pengertian ruptur sesuai dengan kamus kedokteran adalah robeknya
atau koyaknya jaringan
(Dorland,1998). Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada
perineum sewaktu
persalinan.
Klasifikasi Ruptur Perineum
Derajat ruptur perineum dapat dibagi menjadi empat derajat,
yaitu :
1) Ruptur perineum derajat satu, dengan jaringan yang mengalami
robekan adalah :
a) Mukosa Vagina
b) Komisura posterior
c) Kulit perineum
2) Ruptur perineum derajat dua, dengan jaringan yang mengalami
robekan adalah :
a) Mukosa Vagina
b) Komisura posterior
c) Kulit perineum
d) Otot perineum
3) Ruptur perineum derajat tiga, dengan jaringan yang mengalami
robekan adalah :
a) Mukosa Vagina
b) Komisura posterior
c) Kulit perineum
d) Otot perineum
e) Otot sfingter ani
4) Ruptur perineum derajat empat, dengan jaringan yang mengalami
robekan adalah :
a) Mukosa Vagina
b) Komisura posterior
c) Kulit perineum
d) Otot perineum
e) Otot sfingter ani
b) Dinding depan rectu
i. Penanganan Ruptur Perineum
Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan
cara melakukan
penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan
sampai terjadi ruang kosong
terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan
darah yang akan
menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka. Selain itu dapat
dilakukan dengan cara
memberikan antibiotik yang cukup. Prinsip yang harus
diperhatikan dalam menangani ruptur
perineum adalah :
§ Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak
lahir, segera memeriksa
perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta
lahir tidak lengkap.
§ Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik,
dapat dipastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir,
selanjutnya dilakukan
penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum:
I. Reparasi mula - mula dari titik pangkal
robekan sebelah dalam/proksimal ke arah luar/distal. Jahitan
dilakukan lapis demi lapis, dari
lapis dalam kemudian lapis luar.
II. Robekan perineum tingkat I : tidak perlu
dijahit jika tidak ada perdarahan dan aposisi luka baik, namun
jika terjadi perdarahan segera
dijahit dengan menggunakan benang catgut secara jelujur atau
dengan cara angka delapan.
III. Robekan perineum tingkat II : untuk
laserasi derajat I atau II jika ditemukan robekan tidak rata
atau bergerigi harus diratakan
terlebih dahulu sebelum dilakukan penjahitan. Pertama otot
dijahit dengan catgut kemudian
selaput lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus
atau jelujur. Penjahitan
mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Kulit perineum
dijahit dengan benang catgut
secara jelujur.
IV. Robekan perineum tingkat III : penjahitan
yang pertama pada dinding depan rektum yang robek, kemudian
fasia perirektal dan fasia
septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik sehingga
bertemu kembali.
V. Robekan perineum tingkat IV : ujungujung
otot sfingter ani yang terpisah karena robekan diklem dengan
klem pean lurus,
kemudian dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik sehingga
bertemu kembali. Selanjutnya
robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan
perineum tingkat I.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ø Kala III merupakan tahap ketiga persalinan yang berlangsung
sejak bayi lahir sampai
plasenta lahir.
Ø Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan
berakhir dengan lahirnya plasenta
dan selaput ketuban
Ø Pada kala III, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti
penyusutan volume rongga
uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan
berkurangnya ukuran
tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi
semkin kecil, sedangkan
ukuran plasenta tidak berubah maka pasenta akan terlipat,
menebal dan kemudian lepas dari
dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian
bawah uterus atau ke dalam
vagina.
3.2 Saran
Memperhatikan keselamatan ibu dan janin sangatlah penting pada
persalinan, untuk itu
sebagai tenaga para medis, seorang bidan harus mampu memberikan
pelayanan kesehatan
yang baik dan benar sesuai dengan standar asuhan kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA
http://joesrhan.blogspot.com/2012/10/blog-post_8546.html Senin,
15 Oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar